Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mendadak membatalkan sebagian besar kegiatannya. Kamis 28 Oktober 2010, hanya satu agenda yang tersisa pada Presiden: akan berkunjung ke Mentawai, Sumatera Barat.
Di Mentawai memang sudah terjadi persoalan serius. Gempa berkekuatan 7,2 skala richter dan tsunami memporak-porandakan daerah kepulauan pada ini pada Senin (25/10).
Hingga hari ini, angka sementara korban tewas tercatat 125 orang, 502 masih dinyatakan hilang dan ribuan orang mengungsi. Sampai kini proses evakuasi masih berlangsung. Bala bantuan terus mengalir dari segala penjuru.
Saat bencana terjadi, Presiden sudah berada di Vietnam. Hari ini SBY masih berada Istana Kepresidenan Vietnam, Hanoi. Berdasarkan jadwal, setelah kunjungan kenegaraan di Vietnam akan menghadiri KTT ke-17 ASEAN.
Namun, jadwal ini diubah. "Presiden mengambil keputusan kembali ke tanah air," kata Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi kepada wartawan di Hanoi. Dari Hanoi langsung terbang ke Padang, Sumatera Barat, lalu menyeberang ke Kepulauan Mentawai.
Wakil Presiden Boediono saat ini sudah berada di Padang untuk melihat dari dekat bencana gempa dan tsunami di Mentawai. Di sana dia mendapat informasi detail bencana itu.
Sehari sebelumnya, pagi Selasa 26 Oktober 2010, Boediono ke Sleman, Yogyakarta, meninjau persiapan pemerintah daerah dalam menghadapi ancaman letusan Gunung Merapi yang terletak di Kecamatan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta.
Dia mengimbau warga agar mewaspadai Gunung Merapi yang siang itu terlihat sedang meriang berat. Sorenya, Gunung Merapi, meletus. Bahkan bencana Gunung Merapi dikabarkan menelan korban Ki Surakso Hargo yang akrab disapa Mbah Maridjan.
Pria ini sudah dikultuskan warga di sana, dianggap serba tahu soal gunung itu. Dia adalah Juru Kunci Gunung Merapi. Di saat genting itu, dia tak mau beranjak dari rumahnya. Beberapa orang datang hendak menyelamatkannya.
Namun, belum sempat menyelamatkan sang tokoh, Merapi telah menyemburkan asap awan panas yang disebut warga setempat "wedhus gembel". Rumah Mbah Maridjan yang cuma berjarak lima kilometer dari titik letusan hancur. Dia dikabarkan tewas bersama belasan orang lainnya termasuk seorang wartawan, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Hingga hari ini evakuasi masih berlangsung. Warga yang bermukim di Dusun Kinahrejo dan , Desa Umbulharjo, di sekitar Gunung Merapi sudah diungsikan sejak tadi malam. Terutama dari Dusun Kinahrejo, Turgo, dan Kaliadem. Perkampungan ini tertutup debu.
Kosentrasi Pemerintah DIY Yogyakarta terkuras untuk menangani bencana ini. Hingga hari ini dikabarkan data korban yang tewas sudah 25 orang. Humas Rumah Sakit (RS) Dr Sardjito Yogyakarta Heru Trisno Nugroho, mengatakan, semua korban tewas itu ditemukan di Dusun Kinahrejo.
Bulan ini, kabar bencana masuk silih berganti ke ruang-ruang Istana Negara. Sebelum gempa dan tsunami serta meletusnya gunung merapi, kabar bencana datang dari Wasior, Papua Barat, yang diterjang banjir bandang pada Senin 4 Oktober 2010.
Banjir meluluhlantakkan kota dan merusak permukiman penduduk. Ribuan warga mengungsi ke Manokwari dan Kabupaten Nabire. Hingga Selasa 26 Oktober 2010, jumlah korban banjir di Wasior 164 tewas 121 hilang. Kerugian akibat banjir diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah.
Kondisi daerah yang diterjang banjir hingga hari ini belum pulih benar. Sebagian daerah masih gelap gulita, misalnya wilayah Sanduay masih gelap gulita belum diterangi listrik. Kondisi perekonomian warga juga masih compang camping.
Presiden Yudhoyono sempat menjadwalkan untuk mengunjungi rakyatnya yang tertimpa musibah di Wasior pada Minggu 10 Oktober 2010. Namun dibatalkan dengan alasan infrastruktur Wasior yang diterjang banjir itu belum memadai buat menyambut Presiden. SBY baru datang ke sana pada 11 Oktober 2010.
Kondisi negara yang penuh bencana seperti memang membuat pemerintah harus ekstra keras memikirkan bagaimana mengantisipasi bencana. Termasuk silang pendapat soal penyebab banjir di Wasior yang dituding akibat maraknya pembalak liar yang menggunduli hutan di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar